Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cara pikir hamba

 

Oleh: Nanang Syaggap Armanda

Berbicara tentang cara pikir, tentu ada baiknya apabila kita membahas terlebih dahulu tentang cara pikir atau cara berpikir. Jurnal yang ditulis oleh Shelly Morin dan Tatang Herman yang berjudul “SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : KEBERAGAMAN CARA BERPIKIR SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH” memaparkan bahwasanya cara berpikir adalah karakteristik kognitif dari tindakan mental. Karakteristik seperti itu selalu disimpulkan dari pengamatan cara-cara pemahaman produk kognitif dari tindakan mental. 

Seringkali seorang hamba melakukan prasangka yang salah terhadap Tuhannya. Merasa bahwasanya Tuhan tidak memberikan sesuatu yang lebih baik buat dirinya, baik itu dari segi kehidupan dirinya yang selalu diterpa masalah maupun usahanya yang tak kunjung membuahkan hasil. Kesuksesan maupun kenyamanan orang sekitar yang didapat secara mudah tentu mempengaruhi cara pikir seorang hamba. Sehingga tak jarang seorang berpikir bahwa Tuhannya tak adil.

Apabila kita berbicara terkait keadilan. Tolak ukur apa yang ingin digunakan disini. Apakah ukuran dasar keadilan ialah pikiran setiap individu atau kelompok? Apakah mengutarakan sesuatu hal mengatasnamakan keadilan dapat dikatakan sebagai keadilan yang hakiki atau bagaimana? Seringkali kita menjumpai seorang pemimpin maupun pemegang peraturan ketika membuat sebuah aturan atau ketetapan yang berdampak bagi orang banyak menyebutkan bahwa aturan atau ketetapan yang dibuatnya telah adil bagi seluruhnya. Namun terkadang, hal itu hanyalah bumbu-bumbu manis untuk menutupi kepentingan pribadinya yang sangat sulit diidentifikasi. Mengapa sulit? Karena terkadang tak semua orang membaca peraturan apalagi memahami maupun mengkritisi aturan atau ketetapan yang berdampak buat dirinya. 

Ketika minat baca, memahami isi bacaan maupun bersifat kritis terhadap suatu hal. Tentunya akan memudahkan pikiran-pikiran tak sehat masuk ke dalam pikirannya hanya karena itu dirasa logis. Seperti cara pikir seorang hamba yang salah terhadap Tuhannya. Hanya karena cara berpikir bahwa madu itu manis dan pare itu pahit membuat cara pikirnya demikian. Padahal tak semua yang nyaman itu akan aman dan yang pahit itu menyakitkan. Cara pikir seorang hamba haruslah jauh. Tak hanya untuk saat ini dan tak hanya masalah hidup yang selalu manis dan nyaman. Karena, bagaimana seorang hamba bisa berkata itu manis apabila tak merasakan pahit juga.

Disamping itu, seorang hamba juga seringkali lupa akan rasa syukur dan nikmatnya manis apabila tak diberi pahit. Tuhanmu telah berlaku sangat adil untuk dirimu. Hanya saja seorang hamba yang terlalu egois dan cara berpikir yang dangkal membuat cara pikir seorang hamba menjadi salah kepada Tuhannya. Jangan sampai kita lupa bahwa kita hanyalah seorang hamba yang tak pantas menuntut maupun memerintah Tuhan. 

Pada kajian ini juga dikaitkan dengan teori Ali Harb tentang hermeneutika kebenaran. Manusia selalu berproses untuk mencapai titik kebenaran versi Tuhan. Namun akan tetap tidak ada kepastian apakah kebenaran yang telah kita wujudkan telah sesuai dengan kebenaran Tuhan. Hal ini dikarenakan itu semuanya adalah rahasia Tuhan sendiri. Begitu pun tentang keadilan, kita selaku seorang hamba berusaha membuat takaran maupun tolak ukur akan sebuah keadilan. Namun, belom tentu tolak ukur akan keadilan yang telah kita tetapkan telah sesuai dengan keadilan versi Tuhan. 

KH. Maimun Zubair pernah memberikan sebuah pernyataan yang bijak dan penting bagi kita sebagai seorang manusia dan hamba Tuhan. KH. Maimun Zubair mengatakan,"Jangan mudah berburuk sangka, biar tidak gelap dan tidak sengsara”. Hal ini tentunya memiliki perenungan yang begitu dalam dan memiliki makna yang luas apabila kita merenungi secara penuh. Jangan mudah berburuk sangka bukan hanya ditujukan kepada Tuhan namun juga kepada sesama manusia, takdir Tuhan dan segala hal yang kita prasangkakan. 

Berburuk sangka pun belum tentu sesuai. Oleh karenanya kita sebagai manusia hanya bisa terus berbaik sangka akan segala hal. Apabila berbaik sangka yang kita lakukan tidak sesuai, setidaknya kita telah berusaha baik sangka. Hal ini tentunya kaitannya dengan hubungan sesama manusia. Karena tidak ada manusia mana pun yang senang disangka buruk oleh manusia lainnya. 
Berbicara berburuk sangka kepada Tuhan pun demikian. Kita tidak pernah tahu dan bahkan kita sebagai manusia dengan segala kekurangannya akan sulit untuk menjelaskan segala hikmah dan tujuan dari segala takdir maupun kejadian yang kita alami. Sehingga tugas kita sebagai manusia hanya bisa mengambil pelajaran dan mencari nilai positif pada setiap takdir maupun kejadian yang kita alami. Hal ini tentunya untuk menjadikan kita sebagai manusia yang sempurna versi Tuhan. 

Sangka apabila dikaji secara kesehatan pun akan berdampak kepada otak. Baik itu mudah pusing karena segala hal terlalu mudah untuk disangkakan kepada hal yang buruk. Sehingga tak jarang berburuk sangka bisa menjadi suatu penyakit. Bisa jadi penyakit-penyakit yang secara diagnosa seorang dokter tentang penyakit yang datang itu akibat banyak berpikir, juga salah satu hal di dalamnya ialah pikiran yang mudah berburuk sangka. 

Menjadi manusia yang bisa terus berbaik sangka memang tidak mudah. Hal ini juga bisa disebabkan oleh lingkungan sekitar maupun orang-orang sekitar yang seringkali mengutarakan prasangka buruknya kepada manusia lainnya dan secara tak sengaja kita mendengarnya. Lalu apakah kita harus menjauh dari lingkungan tersebut? Hukumnya bisa wajib apabila kita memang merasa sebagai orang yang mudah terpengaruh. Namun, alangkah baiknya untuk kita belajar tidak perlu menjauh namun memakai sebuah cara berupa masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Apabila kita terus melatih diri untuk berbaik sangka dan terus diistiqomahkan, tentunya akan kembali ke diri kita sendiri. Baik itu berupa hubungan antar manusia yang kian membaik maupun cara berpikir kita kepada Tuhan akan segala takdir maupun ketetapan-Nya kepada bisa dihadapi dengan penuh keikhlasan dan keridhoan.

Apabila cara berpikir telah kita benahi dan arahkan kepada hal-hal yang baik tentunya juga akan memberikan pengaruh kepada selalu berucap yang baik. Apabila telah berucap yang baik juga akan memberikan pengaruh kepada berperilaku yang baik. Apabila telah berperilaku yang baik tentunya akan menjadi sebuah kebiasaan, baik itu kebiasaan dalam berperilaku baik, berucap yang baik maupun cara berpikir yang baik.