Tradisi Islam Jawa dulu, hari ini dan nanti
Kehidupan masyarat jawa sarat dengan berbagai tradisi serta kebiasaan masa lalu yang merupakan warisan nenek moyang orang jawa. Seperti ritual selamatan, mulai selamatan sejak manusia dalam kandungan, selamatan ketika manusia masih hidup sampai selamatan saat kematian.
Tradisi tradisi tersebut bukan barang baru, melainkan sebuah warisan leluhur yang terus dipertahankan, selain sebagai sebuah bagian dari kehidupan masyarakat Jawa, bagi sebagian orang juga khawatir akan terjadi sesuatu yang buruk jika meninggalkan ritual tradisi yang sudah berjalan bertahun tahun.
Paraktik selamatan sebagaimana diungkapkan oleh Hilder Gretz pada umumnya dianut oleh kaum Islam abangan, sedangkan bagi kaum santri tidak serta merta di terima kecuali dengan membuang atau mengubah unsur-unsur yang condong pada hal yang dianggap syirik.
Dalam sejarah perkembangan Islam, diketahui bagaiman para wali di tanah Jawa mencoba mengakulturasikan tradisi dan budaya yang ada dengan ajaran ajaran agama Islam. Misalnya slamatan kematian yang awalnya berasal dari agama Hindu, kemudian disisipi ajaran agama Islam seperti membaca tahlil, ayat-ayat Al-Quran serta sholawat. Sehingga dengan berjalannya waktu justru melekat dan tidak terpisahkan dengan tradisi Islam di Jawa.
Metode dakwah yang dilakukan oleh "Wali Songo" Dengan pendekatan sosial budaya di wilayah mereka berdakwah nyata mampu menjadikan dakwah Islam lebih mudah diterima masyarakat Islam Jawa.
Perkembangan tradisi Islam Jawa terus mengalami penyesuaian mengikuti arus perubahan zaman. Sudah barang tentu tradisi yang awalnya di anggap sangat sakral, bisa berubah hanya menjadi sebagai formalitas atau bahkan ditinggalkan.
Degradasi tradisi Islam Jawa bergeser jauh dari asalnya dimana nilai filosofi dari seluruh rangkaian yang ada menjadi hanya sebagai rutinitas biasa tanpa memahami esensi yg terkandung didalamnya. Bukan tidak mungkin beberapa puluh tahun kedepan sudah terganti dengan ritual-ritual lain yang sesuai dengan zamannya.
Contoh sederhananya papasan yang digunakan saat seseorang melakukan ritual ambengan untuk keselamatan. Kakek, nenek kita yg hari ini masih hidup tentu akan memikirkan kelengkapan secara utuh. Mulai buceng kuat, metri golong songo, jenang sengkolo, dan pernak pernik lainnya. Yang memiliki makna tersirat dari setiap papasan yang disuguhkan. Namun jika didalam keluarga itu sudah tidak ada lagi generasi tua, tentunya cukup sedekah tanpa memperhatikan bentuk dan kelengkapan papasan yang ada.
Dari sudut pandang agama tidak menjadi masalah. Cukup sedekah tanpa harus ada thethek bengek yg ribet dan njlimet. Akan tetapi dari sudut pandang budaya bangsa, ini menjadi sangat penting.
Menghadapi perubahan dan perkembangan zaman di era sekarang, tentu menjadi barang wajib bagi generasi muda untuk melestarikan tradisi lama sebagai khasanah kebudayaan.
Terlepas percaya atau tidak terkait dengan efek yg terjadi dalam sebuah ritual tradisi.
Persepsi syirik tentang tradisi-tradisi yang terdapat dalam Islam Jawa tidak sepenuhnya benar. Selama tujuan dari ritual-ritual tersebut tidak di sandarkan kepada selain Allah. Karna pada dasarnya segala yang tertuang dalam pernak-pernik sebuah tradisi memiliki filosofi historis yg mengarah kepada perjalan manusia menuju Tuhannya.
Syirik adalah perbuatan hati, hati setiap manusia tidak ada yg tahu kecuali orang tersebut dan Allah Azza Wajalla. Sehingga segala sesuatu tidak cukup hanya dinilai dari apa yang tampak, akan tetapi lihatlah segala sesuatu dari berbagai sudut pandang.