Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Trend dan cara pandang generasi milenial

Img: Repost internet

Oleh: Aziz Prasetya*

Pemuda milenial, sebutan Generasi Y biasa dengan symbol labirin-labirin kekinian bagi anak–anak muda yang hidup di era 5.0 yang penuh dengan semangat untuk berfikir pada pola inspiratif, kekinian, dan generasi yang terlahir pada zaman “zona hoax”. Mereka berusaha menciptakan panorama pemisah keadaan yang benar-benar berbeda dengan golongan orang tua, anggapan ini merupakan salah satu upaya menjelaskan konsep dan cara berfikir mereka yang tidak bisa disamakan dengan oran-orang yang dinilai tidak mau berubah pada era dan trend saat ini. Eksistensi penilaian mereka dari kalangan orang tua masih berkutat pada cara dan bentuk pola lama benar-benar akan menjadi sebuah pembanding perbedaan gerakan para milenial.

Konsep generasi milenial

Generasi milenial ini terlahir dari konsep Strauss-Howe yang diterbitkan dalam buku yang berjudul Generations (2009) tentang bagaimana perjalanan generasi yang ada di Amerika mulai dari masa kanak-kanak, dewasa, pertengahan usia, hingga usia tua. Dalam buku strauss menjelaskan ada sebuah sejarah yang perlu dicatat dalam perubahan dan perkembangannya, yaitu bagaimana sebuah proses perkembangan itu ada tiga dekade yang akan merubah proses pemerintahan, politik, hingga prilaku pada sebuah cara penilaian tersendiri dari perkembangan dan ini dinamakan dengan Trend. 

Sedangkan pada pemahaman Trend ini jika dilihat pada perkembangannya yang mampu melakukan pada proses perubahnnya terjadi pada dekade dewasa dan pertengahan usia. Mereka adalah salah satu gerakan yang bisa dikatakan pada gerakan Oposisi cara berfikir dari 4 generasi yang ada, generasi Trend ini akan menjadi sebuah gerakan yang berusaha menilai dan memperbaiki hingga pada proses pencarian rumus yang terbaik dari proses perkembangan yang sudah dilalui oleh para pelaku generasi tua. Secara teori sebuah siklus roda kehidupan, bagaimana generasi tua sudah pernah melakukan proses sebelumnya, hingga generasi muda datang untuk memperbaiki dan menyempurnakan kekurangan dari proses generasi tua yang sudah ada.

Dari beberapa proses yang terjadi tersebut ada sebuah penilaian-penilain yang dianggap menjadi sebuah kunci dari proses perubahan tersebut, sehingga kunci-kunci atau biasa disebut dengan Trend yang terjadi menjadi sebuah cara pandang para generasi milenial untuk menilai dengan cara pandang para generasi milenial untuk berkreasi dan melakukan trend terbaru yang diyakini ada sebuah pola berfikir untuk menjadikan proses perubahan itu bukan hanya monoton atau biasa disebut dengan suatu hal yang membosankan. 

Cara Pandang Generasi Milenial

Cara pandang para generasi milenial yang selalu berfikir insiparit dan unik ini menjadikan proses dan perubahan yang terjadi tidak pernah berhenti pada sebuah atau hanya satu titik konsep berfikir. Perubahan-perubahan itu akan terus terjadi dan tak pernah berhenti. Proses-proses tersebut seakan-akan terlahir dan mengalir bagaikan sumber matair dari keinginan generasi milenial ini utuk terus berkarya, dan ini ternyata tidak bisa berhenti dari kebudayaan saya. Masuknya kecaghian teknologi yang berkembang saat ini sangat mendukung terjadinya polarisasi perubahan akulturasi kebudayaan-kesenian dan cara berfikir para generasi pemuda untuk benar-benar mampu merumuskan suatu hal yang bisa dan mampu menjadi sebuah icon bagi para pemuda milenial ini. 

Beberapa konsep yang menyatakan tokoh–tokoh perjuangan jaman dahulu tergantikan dengan tokoh-tokoh perjuangan milenial yang banyak orang menganggap hal itu imposible akan tetapi menjadi wacana, mungkin cara berfikir tersebut akan menjadi suatu cara berfikir yang hidup dalam ruang-ruang imajinasi para generasi milenial yang hidup dan terus bernafas dalam otak-otak kaum milenial tersebut.

Berbicara tentang tokoh – tokoh kaum “milenial” pada zaman ini seolah-olah kita sedang “mengosip” bahwa perkembangan zaman yang terjadi saat ini merekalah gambaran “gerbang” yang wajib dilalui oleh siapapun, semakin kuat anda mengilustrasikan kekuatan tokoh milenial tersebut saat itu juga semakin kuat tarikan pemahaman anda tersebut masuk ke cara berfikir kaum “milenial”. 

Beberapa tokoh gambaran kaum milenial seperti Pandji Pragiwaksono dan raditya dika sang komedian fresh dengan ide stand up comedy memberikan wacana bahwa komedi bukan hal yang murah, ada lagi Merry Riana, Dwi Reni, dan dewi dee sang penulis dan juga motivator youtuber “ibu rumah tangga” yang berkarier, Tokoh muda Ary Ginanjar salah satu anak muda yang lahir dalam generasi milenial dengan membawa jutaan pasukan generasi yang selalu berfikir bahwa “meditasi jiwa” menjadi salah satu ukuran dalam bergaul di dunia nyata ataupun maya. Belum lagi dari youtuber punya bahasa dan ungkapan unik yang seakan dewa dalam dunia maya ada seperti Ria ricis, kadir bahcmid atau biasa disebut `d_kadoor, Bayu skak s dan masih banyak lagi.

Salah satu ungkapan All That Is Solid Melt Into Air (Marshall Berman :1982) merupakan pertanda bahwa ada ruang yang sebenarnya sempit tapi saat itu juga merupakan wajah perkembangan zaman yang orang mengakui, suka keberadaannya, dan paham jika bagian dari zaman tersebut, apakah itu yaitu wajah zaman “media sosial”. Dalam tulisan beliau sedikit menjelaskan bahwa kemenangan Jhon F. Kenedy adalah salah satu kemenangan dan juga awal perubahan bagi masyarakat, bahwa perkembangan teknologi pada tahapan tersebut memilih media sosial menjadi pemberitaan penting dan pada saat itu  media sosial adalah televisi.

Dengan perkembangan televisi ini secara continue mulai redup dan bukan lagi menjadi tolak ukur dalam perkembangannya dan kenyatannya dengan perkembangan zaman mulai bermunculan beberapa variasi media sosial yang keberadaannya tidak bisa dibendung mulai twitter, instagram, facebook, blog, youtuber, path, dan lain – lainnya. Kemunculan ini pada dasarnya menjadi sebuah sebuah gambaran tentang bagaimana berbicara kekuatan komunikasi menciptakan kelompok – kelompok yang seakan menggiring khalayak masyarakat “maya” untuk berbondong – bondong bermigrasi secara maya tentang pola fikir, pemahaman, dan idialisme kedalam labirin – labirin yang diciptakan oleh sebuah pemahaman yang punya akses informasi “lebih” juga kepentingan tertentu. Jika dipahami lebih dalam lagi keberadaan dunia maya tersebut merupakan bagian dunia di mana batas antara realitas-rekaan, orisinial-artifisial, bahkan benar-salah tentang keberadaan didunia atau lingkungan sekitar nyaris tidak bisa dibedakan.

Batasan dunia milenial, Ada hal menarik jika kita memahami dan mencermatinya. Bahwasannya media sosial ini adalah media alternatif atau sebagai penghubung yang dikategorikan lebih cepat, fleksibel, dan diserati video (akurat), tetapi menjadi hal utama dibanding dengan kenyataan riel dilapangan. Apalagi keberadaan media sosial ini tidak terlepas dari afiliasi kepentingan – kepentingan kelompok yang ingin memberikan pencitraan dari sudut pandang yang baik dan “renyah” untuk dipahami, sehingga dalam keberadannya sering ada “sliding” terhadap cara pandang generasi tua yang jelas jauh dari cara berfikirnya. Sehingga lahirlah mulai kata “plitir” dalam sebuah berita, antara video dan penjelasan yang beda, dan menjelaskan sejarah yang hanya kepentingan tertentu dan pada akhirnya menjadi istilah kalimat “Hoax” dikalangan nitizen.

Harapan Bangsa Bagi Generasi Milenial

Tirani artis, hal ini lebih suka menyebutnya karena Jika berbicara tirani atau rezim. Bahwa saat ini adalah tirani media sosial, bagaimana publik dibawa pada opini yang seakan – akan di hadapkan pada “harapan” penuh pujian dan di jamin tidak bosan dalam mendapatkannya. Melihat keberadaan artis dalam menggiring opini publik yang mau atau tidak dipaksakan menjadi sebuah “simbol” kata kunci dalam “orasi” menjelaskan perkembangan baru pada saat ini, sehingga banyak artis pada saat ini hampir menguasai zona enterpreneur, zona politik, zona pencitraan, zona agamis, zona moralitas, zona sexualitas, zona “kepo” terhadap perkembangan zaman. Mereka seakan dipaksakan atau “dieksploitasi” untuk tampil, ada, mampu, dan layak dihadapan para komunitas yang secara milenial kepada pasukan anak muda sekarang. 

Agent of change, adalah salah satu ungkapan bagi anak muda yang dari kurung berjalannya sejarah ternayata tidak terlepas dari namanya “sang pelopor perubahan”. Tak terlepas dari identitas artis, tokoh masyarakat, tokoh agama, cendekiawan, bahkan masyarakat marginal semuanya bagian dari agent of change. Mulai tahun 1982 lahirnya beberapa partai, revolusi 1945, dan pergerakan 1998 oleh mahasiswa terhadap rezim orde baru terlepas dari baik atau buruknya. Mereka adalah bagian dari “pawang – pawang” pergerakan yang berusaha mencerahkan “resaince” arah pergerakan yang siapapun sebelumnya tidak mampu, malu, takut seakan lahir menjadi kekuatan dengan sebuah simbol pergerakan yang “harus” maju, tak gentar, dan berani mempertanggungjawabkan bahwa pergeraknnya adalah sebuah “podasi” kebenaran terhadap jawaban permasalahan yang ada.

Generasi deliberative adalah salah satu pemahaman bagaimana menciptakan generasi yang mau berpartisipasi dalam proses pergerakan demokrasi ini dengan cara yang santun dan sopan, lebih tepatnya lebih pada pemenuhan HAM dalam bermasyarakat. Disini ada hal yang paling utama dalam pemenuhan tersebut, yaitu berusaha membangun proses kultur-HAM yang didasari pada tahapan komunikasi secara to be continue antar kelompok, komunitas, hingga lingkungan yang nantinya menciptakan sebuah masyarakat milenial yang berbudaya positif dan nantinya sadar bahwa mereka adalah bagian dari “pembangunan” demokrasi yang terjadi saat ini. 

Partisipasi masyarakat “milenial”, ternyata beberapa negara berkembang sudah berusaha membangun beberapa perinsip agar masyarakatnya mampu menjadi bagian masyarakat modern atau minimal mampu menyiapkan kedatangan zaman “milenial” modern. Diantaranya mampu membangun integritas nasional sebagai salah satu identitas nasional bagi tiap individu, yang diantaranya masyarakat belajar tahu, sadar, dan paham tentang lingkungannya tidak terlepas dari “pertumbuhan” etnis, budaya, status sosial, ekonomi, dan agama. 

Dalam pemahaman Bhineka tunggal ika bahwa identitas nasional adalah pemahaman tentang pentingnya menjaga eksistensi dan toleransi SARA (Suku, Adat, Ras, dan Antar golongan agama), sehingga jika pemahaman ini benar-benar dapat dibangun, maka apa yang dilakukan Peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS) (politik identitas :2018) menjelaskan bagaimana cara berfikir masyarakat akan dibawa kepada “migrasi”opini publik dengan konsep kekuatan politik identitas. Yang mana nantinya masyarakat paham dan menilai sendiri secara terpelajar dari apa yang “dijual” media sosial tentang pembangunan”karakter baik” yang dekat dengan penciptaan isu sosial, emosi sosial, idiologi sosial, dan karakteristik sosial. 

Kesadaran kaum “milenial”, ternayata hal terpenting dalam dunia demokrasi. Semua opini dan wacana yang berkembang dan berjalan dalam dunia maya adalah wacana dan opini yang dikembangkan oleh para kaum “milenial”, apakah berwacana seperti artis atau seperti komedia atau bahkan membuat “viral” wacana atau opini tertentu semuanya itu bentuk partisipasi dari kaum milenial.

Sikap Apatisme (Pierre Bourdieu: 1930) dari kaum milenial, adalah salah satu bencana besar bagi pergerakan demokrasi di negara berkembang seperti indonesia ini. Sikap idialisme yang dibangun anak muda ketika masih muda sudah bobrok, maka jelas bercita – cita membangun seperti yang ditorehkan dalam pembukaan UUD 45 pada akhirnya hanya isapan jempol belaka ketika generasi ini nantinya memimpin negara atau bagian dari pemangku kebijakan negara.

Keterlibatan atau partisipasi para muda “milenial” untuk mulai belajar dalam membangun sebuah demokrasi merupakan salah satu “takdir” pasca reformasi 98 untuk menjadi poros pergerakan untuk membentengi dari “jiwa-jiwa candu” akan oligarki ataupun para kartel pemangku kebijakan politik tertentu. Para pemuda “milenial” yang berkuasa dalam media sosial sangat potensial dalam menjadi mobilisator sosial-politik pengkritik dan penggagas dalam mengkontrol mekanisme kebijakan pemerintah untuk lebih bijak dan transparan. Sekian terima kasih.

*Pengajar dan aktif dalam komunitas Gusdurian