Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Keindahan Panorama Desa Di Era 5.0

Img: Ave dok

Oleh: Aziz Prasetya*

Panorama desa! Sebuah sebutan untuk suatu tempat yang identik dengan suasana sejuk, sunyi, serba natural, jalanan berbatu, kanan dan kiri sawah, rumah-rumah yang terbuat dari anyaman bambu,  jauh dari konsep bangunan megah seperti di perkotaan. Sebuah wilayah terkecil dari kabupaten, kota, atau bahkan dari Indonesia ini. Dan merupakan salah satu tempat yang identik dengan keasrian dan kesejukan sebuah wialyah tanpa ada hiruk-pikuk perkembangan modernisasi yang ada dikota.

Disisi lain, desa merupakah sebuah tempat yang menyimpan jutaan akan warisan leluhur di nusantara ini, sebuah warisan yang kaya akan kearifan lokalnya, kaya akan adat-istiadatnya, kaya akan berbagai macam sumber daya alamnya. Bisa dikatakan desa adalah bagian dari sebuah Bank dengan berbagai fitur panorama nan keindahan dan alami juga penuh dengan aneka-kebudayaan yang ada di Nusantara Indonesia ini.

Secara sosiologis, masyarakat didesa sangat kaya akan interaksi sosialnya, salah satunya dalam adat jawanya silaturahmi atau biasa disebut nonggo merupakan sebutan untuk “pola prilaku” bagi orang Desa yang punya rasa solidaritas tinggi untuk memanusiakan individu yang lain atau mungkin bagian dari rasa penghormatan bagi manusia lainnya mau bertamu atau bersilaturahmi kepada individu yang lain. Nilai-nilai kemanusiaan yang ditanamkan di ruang berfikir secara adat-istiadat desa ini, secara regenerasi adalah salah satu kekayaan kearifan lokal yang pada kenyatannya hanya bisa ditemui di desa saja, kekayaan ini merupakan sebuah rasa untuk mencintai akan nilai-nilai secara historis untuk mengatakan bahwa inilah salah satu kekayaan desa secara non-fisik.

Dari kekayaan alam yang terkandung dalam kawasan pedesaan ini, adalah salah satu kekayaan alam yang dinilai secara non-Fisik, artinya kekayaan yang berbentuk kenyamanan, keindahan, dan kesejukan. Pemerintah perlu membantu kekayaan ini agar muncul-muncul di area wilayah Desa, bukan berlomb-lomba untuk beralih ke sistem dan tatanan kota. Tapi menciptakan kesadaran-kesadaran yang dibangun dalam ruang dan pemikiran cara desa di tengah perekmbangan zaman yang penuh era-modernisasi diantara para warga desa ini, sehingga pemerintah perlu mengkonsep dan merangsang bagaimana desa mampu melakukan banyak kegiatan untuk menuju pada pelestarian kearifan lokal yang ada.

Mulai bagaimana desa mampu mandiri dan berani berinovasi pada pengembangan desa tersebut. Sehingga sejak tahun 2018 kemarin, pemerintah lewat sektor pariwisata menargetkan perolehan dari angka pendapatan yang terus bergerak naik secara statistik perekonomian. Agenda ini memberikan angin segar bagi beberapa kawasan pedesaan untuk mampu bangkit dan terus berinovasi membawa desa masing-masing untuk menjadi desa yang berdikari dan mandiri secara kebijakan dan perekonomian, serta mampu menjaga kebudayaan daerah masing-masing.

Dengan terus diwacanakan bagaimana desa yang ada ini menjadi desa yang mandiri dan berani melakukan banyak inovasi, tentunya pemerintah memberikan ruang dan cara pemerintah daerah untuk mengembangkan beberapa sector pariwisata untuk melakukan kegiatan yang ini bisa dan mampu bersaing secara Nasional dan Internasional. Antusias pemerintah tersebut mempertimbangkan tentang melihat perkembangan dari beberapa Negara di dunia ini tentang berlomba-lomba megembangkan sector industri pariwisata. Melihat perkembangan dari industri-industri yang lain, seperti industri pertambangan, industri txtile, ataupun industri yang lain sudah banyak dan hampir sumber daya yang diolah sudah mencapai batas maksimal. Beberapa Negara seperti Eropa dan Negara-negara kecil area Asian, seperti jepang dan beberapa Negara yang lain. Secara kekuatan pemerintahan kecil dan juga wilayah yang sempit, berupaya bagaimana cara dan konsep mengembangkan industri non-fisik atau yang biasa disebut dengan industri Pariwisata dapat tumbuh dan kuat layaknya Negara-negara adidaya yang punya fasilitas dan akses secara fisik di dunia internasional.

Hadirnya perkembangan era 5.0

Di era-digitalisasi merupakan salah satu bentuk solusi dan penerjemahan dalam perubahan-perubahan yang terjadi saat ini, beberapa temuan dari hasil kemajuan teknologi dan informasi telah mengenalkan kita pada cara berfikir secara realistis dengan cara pandang yang berbeda, bisa berfikir lebih pada konsep dunia masa depan atau bahkan jauh dari kehidupan realitas yang ada. Teknologi secara tidak sadar membuat sophisticated dalam cara berfikir kita dan dari rumit menjadi sebuah ruang yang hanya sekedar mekanisme alat-alat produksi menjadi dunia maya penuh hayalan-nyata.

Beberapa Negara Eropa sudah mampu mengangkat brand dari keanekaragaman keindahan yang secara geografis kalah dengan panorama Indonesia, barang-brand lokal ini di maksimalkan dalam menampilkan di dunia luar dengan caption dan keunggulan pariwisata yang jauh lebih hebat dan asri dari dunia yang lain. Kemampuan keinginan dan keseriusan Negara eropa ini ternayata mampu menjual beberapa nama hingga Negara-negara yang lain, seperti nama produk Pizza Hut, Spageti, Sosis, Roti Goreng, starbucks, hingga nilai-nilai sejarah yang bukan bangunan baru melainkan cagar budaya jaman proses terbentuknya Negara tersebut hadir yang di tawarkan dengan menu dan fasilitas penunjang yang nyaman dan asri.

Diantaranya di London, Italy, atau Jerman merupakan bagian surga bagi pengunjung untuk melihat karya seni beberapa desainer atau kuliner yang mereka lebih berani mengangkat nilai-nilai tradisi dan kearifan lokal untuk mampu membawa dan ada keunikan yang membedakan dengan budaya lainnya, begitu juga Negeri Turki yang mampu mengangkat nilai-nilai tardisi arsistektur dan kuliner yang ada dinegaranya untuk mampu memberikan kesan berbeda dengan Negara yang lain.

Beberapa Negara seperti Jepang, yang sangat kuat dalam memegang teguh tradisi dalam kehidupan sehari-hari. Sangat konsen dalam menilai alam sebagai salah satu factor yang diwaspadai dan dijaga untuk nantinya nilai-nilai tradisinal tersebut nantinya mampu diturunkan ke generasi berikutnya. Jadi tidak heran banyak warga yang menjadi bagian komunitas pecinta alam hadir dengan selogan-selogan dan himbauan untuk menjaga dan bagaimana melestarikan alam dengan meghadirkan panorama alam sebagai salah satu bentuk symbol untuk menjaganya. Hingga beberapa Negara eropa sangat antusias dan hadir di semua Negara di dunia untuk menawarkan suasana dengan kawasan yang ada di daerah masing-masing untuk dijadikan selogan wisata alam dan kearifan lokal sebagai destinasi utama. 

Di Masyarakat Indonesia wilayah yang paling luas adalah dikawasan Desa. Sebuah wilayah yang secara tidak sadar hidup pada era saat ini, meraka akan melalui masa Shock culture, sebuah masa dengan cara pandang yang mau atau tidak harus mengikuti era perubahan zaman yang ada. Sehingga benturan terhadap cara pandang budaya lokal dengan budaya luar daerah terkadang sering terjadi, para orang tua yang merasa kaget dengan cara pandang dan prilaku anak-anak muda sekarang, pasti akan menilai prilaku tersebut dinilai jauh dari norma dan nilai-nilai etika dogmatis yang secara leluhur sudah ada dan perlu dilestarikan akan tetapi tidak pernah tersentuh dengan cara dan prilaku generasi sekarang. Sebagian masyarakat sadar akan proses perubahan zaman tersebut, akan tetapi ada sebagaian orang yang tidak sadar akan perubahan dan proses perkembangan di era-modernisasi ini atau lebih tepatnya hidup pada era 4.0 atau era industri dunia maya.

Generasi era 5.0 berusaha memvisualisasikan tentang sebuah Kampung dunia maya yang secara global terpetakan perindividu dengan wilayah dan aturan sendiri.  Sebuah tempat dengan wilayah imajinasi hingga pada kepuasan, kemyamanan, kedekatan dengan individu lain, dan seolah semua aktivitas tersebut nyata. Secara tidak sadar semua masyarakat didalam dunia maya tersebut hidup dengan sebuah pergulatan dogmanisme-idiologi, cara berfikir berpolitik sendiri dan punya nilai juga norma untuk bagaimana mendekatkan hubungan-hubungan antarmanusia. Oleh karena itu, teknologi yang berkembang saat ini ataupun informasi yang beredar tidak bisa diterjemahkan hanya sebatas polarisasi yang bertumpu pada konsep dan wacana klasik secara Timur atau Barat saja. Akan tetapi perlu pamahaman secara global bahkan bisa juga cara berfikir dengan ideologi secara universal.

Semua elemen berharap dengan datangnya era 5.0 dalam masyarakat pedesaan, minimal ada cara dan konsep berfikir yang lebih mau pada proses merubah kepada kemajuan dan mandiri, lebih tepatnya mau pada cara berfikir bersama-sama mengembangkan desanya lebih pada fase berinovasi. Yang nantinya secara sadar akan terbentuk Desa-Desa mandiri yang siap untuk tampil dalam industri pariwisata secara internasional.

Berdirinya sebuah desa dengan pondasi kemandirian.

Dalam undang-undang Desa No.06 tahun 2014 pasal 1 no.8 dan pasal 4, menjelaskan tentang mendorong dan memaksimalkan potensi Desa yang nantinya digunakan untuk kesejahteraan warga Desa. Dalam pengertiannya bagaimana kekayaan alam Desa tersebut dapat di manfaatkan untuk membangun dan menciptakan kesejahteraan warganya. Terkait dengan itu, bahwa pada pasal 4 no.c dijelaskan melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa. Adalah bagian dari kewajiban pemerintah Desa untuk mampu megeksploitasi secara positif semua sumberdaya tersebut untuk nantinya menuju pada kemajuan prekonomian yang ada di Desa tersebut.

Perkembangan modernisasi yang hadir saat ini ternyata hanya sebagian besar dari beberapa desa yang mampu menggunakan kemampuan pada era 5.0 ini menjadi sebuah bagian dari mobilitas mendorong dari perkembangan desa yang ada. Mulai memaksimalkan warganya sebagai bagian dari individu yang mampu beradaptasi dan berfikir sendiri untuk mampu dan kedepannya bisa secara continue untuk mengiklankan desanya secara public ataupun masukan bagi para pemangku kebijakan yang ada di pemerintah daerah dan desa setempat. Brand-brand yang ditawarkan dari pemerintah desa kepada public nantinya dapat dievaluasi dengan berbagai macam kritik yang hadir dalam komentar di medsos di masing-masing warga desa tersebut. Kritik-kritik tersebut akan menjadi salah satu trend bagi warga desa untuk nantinya dapat dimaksimalkan dalam memajukannya.

Desa selalu terdapat sebuah dinding aturan yang biasa disebut dengan adat-istiadat, aturan ini merupakan salah satu wilayah yang merupakan bagian dari kunci keberhasilan memuat content dan pintu untuk majunya sebuah desa. Adat –istiadat yang ada di desa kebanyakan bertolak belakang dengan konsep dan cara pandang kaum muda pada zaman sekarang, seperti bagaimana masyarakat sangat kuat dalam menamkan rasa cinta kepada sesbuah mitos yang ada didesa, hingga kekuatan mitos-mitos ini nantinya mampu menjadi tolak ukur  dari prilaku warganya yang ada.

Bila ditarik pada tatanan nilai dan pemahaman kemandirian desa adalah bagaimana warga mampu secara sadar membuat penilaian positif atau pencitraan kepada masyarakat atau pemangku kebijakan yang lain untuk hadir menilai berdasarkan opini yang digagas oleh warga yang menginginkan kemajuan pada desanya. Pencitraan ini akan semakin mudah dengan hadirnya teknologi masa zaman 5.0 ini, sebuah fasilitas dari teknologi untuk mampu menjelaskan dan memaparkan secara singkat dan cepat dipahami oleh khalayak umum. Fasilitas-fasilitas tersebut nantinya akan di tampilkan pada sebuah akun-akun dimedia sosial (medsos) seperti instagram, facebook, twitter, bahkan blog dan youtube semuanya itu bagian dari fasilitas yang benar-benar dimaksimalkan untuk kedepannya untuk kemandirian desa yang ada.

*Pengajar dan pemerhati komunitas Gusdurian